Minggu, 01 Mei 2011

Bu Muslimah

PEREMPUAN itu masih berusia 17 tahun. Ia muncul di tengah-tengah guyuran hujan yang hebat dengan sebuah pelepah daun pisang di tangannya. Ia terus berjalan membelah derasnya tetesan air hujan. Tujuannya ke Sekolah Dasar Muhammadiyah, di sebuah kampung di Belitung. Ia mendapati beberapa murid berkumpul di sudut ruangan, menggigil dengan rasa khawatir gedung sekolah akan ambruk.


Perempuan itu lantas menghampiri dan membuatnya merasa nyaman. Ketika hujan mereda, pelajaran pun dimulai. Perempuan muda itu mengajari banyak hal, termasuk bagaimana memperjuangkan kebahagiaan. Kemiskinan dan segala keterbatasan fasilitas belajar bukanlah halangan untuk maju dan berprestasi.

Rasa cinta yang begitu besar agar anak-anak kampung menjadi pintar, berbuah berkah yang melimpah. Murid-muridnya yang saat itu masih SD, sekarang banyak yang berhasil meraih pendidikan sarjana d

an master. Banyak juga yang meraih posisi di perusahaan yang hebat. Berkah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Andrea Hirata yang mengisahakan perempuan itu dalam buku Laskar Pelangi, kini bekerja di PT Telkom. Ia pernah berkesempatan belajar S2 di Prancis.

Bu Muslimah (55), guru yang telah menjadikan anak-anak kampung itu tangguh dan percaya diri sama seperti yang dikisahkan Andera Hirata dalam buku Laskar Pelangi.
"Saya tak pernah berfikir seperti ini. Saya hanya menginginkan mereka pintar. Saya tentu sangat gembira, anak-anak kampung itu bisa menjadi orang (sukses, red)," tutur Bu Muslimah, guru para tokoh dalam cerita Laskar Pelangi.

Menjadi guru, kata Bu Muslimah adalah panggilan jiwa. Saat itu, ia melihat anak-anak sekolah di SD 2 di kampunya, Desa Gantung Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, pulang selepas pukul 08.00. Mestinya, mereka berada di kelas, mengikuti proses belajar. Rupanya, anak-anak itu pulang karena gurunya pergi melaut. Ia kemudian tergerak untuk mengajari anak-anak membaca dan menulis. Ketia SD Muhamadiyah berdiri, ia kemudian diminta untuk ikut mengajar. Gajinya, pada saat itu sungguh sangat sedikit.

"Waktu itu, Andrea bertanya, dengan gaji yang sedikit itu mengapa ibu masih mengajar. Saya jawab, ibu ingin kalian menjadi pintar," kisahnya kepada ribuan guru yang hadir pada acara diskusi bersama 1000 guru di Kompas Gramedia Fair 2007, di Gedung Ganesa, Rabu (28/11).

Menurut Bu Muslimah, guru yang berhasil adalah guru yang mampu menyampaikan pelajaran kehidupan pada siswanya. Dan guru yang mengajarkan kehidupan tidak harus pintar. Kata dia, seorang guru juga harus bijaksana. Murid dengan bebagai karakter, pendiam, usil, pintar, lambat mengerti adalah tantangan bagi seorang guru. Guru yang bijak bisa memahami keinginan murid-muridnya.

"Menjadi guru harus bersyukur, memiliki tugas yang mulia. Mungkin itu tabungan untuk di akherat," kata Bu Muslimah di sambut riuh tepuk tangan para guru.

Pada sesi pertanyaan, hamir semua guru mengangkat tangan. Mereka inging bertanya, bagaimana memotivasi anak-anak agar tetap bersemangat dengan segala keterbatasannya. Bu Muslimah menjawab singkat.

"Saya bilang ke anak-anak, meskipun miskin kalian harus maju jangan kalah dengan sekolah-sekolah lain yang lebih baik," jawabnya.

Andera Hirata mengakui betapa besar jasa Bu Muslimah yang mengajari bagaimana berjuang untuk meraih prestasi. Pengalaman belajarnya di Prancis, tak bisa mengalahkan baiknya pendidikan di sekolah dasar.

Kepada murid-muridnya yang kini menjadi orang besar seperti yang dikisahkan dalam Tetralogi Laskar Pelangi, ia berpesan untuk tidak sombong dan melupakan Belitung. Bersikaplah seperti padi yang semakin berisi. Padi yang berisi akan menunduk dan memberi manfaat bagi orang banyak. (kisdiantoro)

*) Diterbitkan di Tribun Jabar pada edisi Kamis (28/11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar